Mencari keridhoan Allah swt

Hukum Waris Dalam Islam



Iustrasi

Pengertian Hukum Waris Islam

Hukum Waris Islam adalah suatu hukum yang mengatur pembagian harta peninggalan seseorang yang berdasarkan Al-Qur'an dan Hadis. Terdapat beberapa pendapat mengenai definisi hukum waris yang dikemukakan oleh beberapa fuqaha (ahli hukum fiqh) yaitu :

- Hasbi Ash-Shiddieqy, hukum kewarisan adalah suatu ilmu yang dengan dialah dapat kita ketahui orang yang menerima pusaka, orang yang tidak menerima pusaka, serta kadar yang diterima tiap-tiap waris dan cara membaginya.

- Abdullah Malik Kamal Bin As-Sayyid Salim, Ilmu fara’id ialah Ilmu yang mempelajari kaidah-kaidah fikih dan ilmu hitung yang berkaitan dengan harta warisan dan orang-orang yang berhak yang mendapatkannya agar masing-masing orang yang berhak mendapatkan bagian harta warisan yang menjadi haknya.

- Ahmad Zahari, Hukum kewarisan Islam yaitu hukum yang mengatur tentang peralihan hak milik atas harta warisan dari pewaris kepada orang-orang yang berhak menerimanya (ahli waris), barapa besar bagiannya masingmasing, kapan dan bagaimana cara peralihannya sesuai ketentuan dan petunjuk Al-Qur’an, hadist dan ijtihad para ahli.

Dari pendapat di atas, dapat dipahami bahwa hukum waris islam itu merupakan hukum yang mengatur tentang pemindahan dan pembagian harta peninggalan dari seseorang yang meninggal dunia kepada orang-orang yang masih hidup, baik mengenai harta yang ditinggalkan, orang-orang yang berhak menerimanya (ahli waris), bagian masing-masing ahli waris maupun cara penyelesaian pembagiannya.

AYAT-AYAT WARIS

ALLAH SWT berfirman:
"Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu, bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapak bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa diantara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. SesungguhnyaAllah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (an-Nisa': 11)

"Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika istri-istrimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar utang-utangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan, yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar utangnya dengan tidak memberi mudarat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syariat yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun." (an-Nisa': 12)

"Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: 'Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meningal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sebanyak bagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (an-Nisa': 176)

Unsur-unsur Hukum Waris Islam

Dalam hukum waris Islam, terdapat 3 unsur yaitu :

1. Pewaris (Muwarit)

Pewaris adalah seseorang yang telah meninggal dan meninggalkan sesuatu yang dapat beralih kepada keluarganya yang masih hidup.

2. Ahli Waris (Warits)

Ahli Waris adalah orang yang berhak mendapat warisan karena mempunyai hubungan dengan pewaris, berupa hubungan kekerabatan, perkawinan atau hubungan lainnya.

3. Warisan (Mauruts)
Warisan adalah sesuatu yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia, baik berupa benda bergerak maupun benda tak bergerak.


Syarat-syarat Hukum Waris Islam

1. Meninggalnya pewaris

Yang dimaksud dengan meninggalnya pewaris baik secara hakiki ataupun secara hukum ialah bahwa seseorang telah meninggal dan diketahui oleh seluruh ahli warisnya atau sebagian dari mereka, atau vonis yang ditetapkan hakim terhadap seseorang yang tidak diketahui lagi keberadaannya.Sebagai contoh, orang yang hilang yang keadaannya tidak diketahui lagi secara pasti, sehingga hakim memvonisnya sebagai orang yang telah meninggal.

Hal ini harus diketahui secara pasti, karena bagaimanapun keadaannya, manusia yang masih hidup tetap dianggap mampu untuk mengendalikan seluruh harta miliknya. Hak kepemilikannya tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun, kecuali setelah ia meninggal.

2. Adanya ahli waris yang masih hidup

Maksudnya, pemindahan hak kepemilikan dari pewaris harus kepada ahli waris yang secara syariat benar-benar masih hidup, sebab orang yang sudah mati tidak memiliki hak untuk mewarisi.

Sebagai contoh, jika dua orang atau lebih dari golongan yang berhak saling mewarisi meninggal dalam satu peristiwa --atau dalam keadaan yang berlainan tetapi tidak diketahui mana yang lebih dahulu meninggal-- maka di antara mereka tidak dapat saling mewarisi harta yang mereka miliki ketika masih hidup.Hal seperti ini oleh kalangan fuqaha digambarkan seperti orang yang sama-sama meninggal dalam suatu kecelakaan kendaraan, tertimpa puing, atau tenggelam.Para fuqaha menyatakan, mereka adalah golongan orang yang tidak dapat saling mewarisi.

3. Seluruh ahli waris diketahui secara pasti

Dalam hal ini posisi para ahli waris hendaklah diketahui secara pasti, misalnya suami, istri, kerabat, dan sebagainya, sehingga pembagi mengetahui dengan pasti jumlah bagian yang harus diberikan kepada masing-masing ahli waris. Sebab, dalam hukum waris perbedaan jauh-dekatnya kekerabatan akan membedakan jumlah yang diterima. Misalnya, kita tidak cukup hanya mengatakan bahwa seseorang adalah saudara sang pewaris. Akan tetapi harus dinyatakan apakah ia sebagai saudara kandung, saudara seayah, atau saudara seibu. Mereka masing-masing mempunyai hukum bagian, ada yang berhak menerima warisan karena sebagai ahlul furudh, ada yang karena 'ashabah, ada yang terhalang hingga tidak mendapatkan warisan (mahjub), serta ada yang tidak terhalang.


Hal-hal yang Dapat Menggugurkan Warisan

Dalam Hukum Islam, terdapat hal-hal yang dapat membuat seseorang tidak dapat atau tidak boleh menerima warisan, yaitu :

1. Budak
Seseorang yang berstatus sebagai budak tidak mempunyai hak untuk mewarisi sekalipun dari saudaranya.Sebab segala sesuatu yang dimiliki budak, secara langsung menjadi milik tuannya.Baik budak itu sebagai qinnun (budak murni), mudabbar (budak yang telah dinyatakan merdeka jika tuannya meninggal), atau mukatab (budak yang telah menjalankan perjanjian pembebasan dengan tuannya, dengan persyaratan yang disepakati kedua belah pihak).Alhasil, semua jenis budak merupakan penggugur hak untuk mewarisi dan hak untuk diwarisi disebabkan mereka tidak mempunyai hak milik.

2. Pembunuhan
Pembunuhan yang dilakukan ahli waris terhadap pewaris menjadi penghalang baginya untuk menerima warisan dari pewaris. Hal ini sesuai dengan Hadist Rasulullah yakni hadits riwayat Ahmad yang artinya :

“Barang siapa membunuh seorang korban, maka ia tidak dapat mewarisinya, walaupun korban tidak mempunyai ahli waris selain dirinya sendiri,(begitu juga) walaupun korban itu adalah orang tuanya atau anaknya sendiri, maka bagi pembunuh tidak berhak menerima warisan”.

Pada dasarnya pembunuhan adalah kejahatan, namun demikian ada juga pembunuhan yang dilakukan dalam keadaan tertentu sehingga pembunuhan bukan menjadi suatu kejahatan, untuk itu pembunuhan dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu :

Pembunuhan secara hak dan tidak melawan hukum, yaitu pembunuhan yang pelakunya tidak dinyatakan sebagai pelaku kejahatan atau dosa, dapat dikategori dalam hal ini; pembunuhan musuh dalam perang, pembunuhan dalam pelaksanaan hukuman mati, dan pembunuhan dalam membela jiwa, harta dan kehormatan.
Pembunuhan secara tidak hak dan melawan hukum, yaitu pembunuhan yang dilarang oleh agama dan terhadap pelakunya dikenakan sanksi dunia dan/atau akhirat, yang termasuk dalam kategori ini adalah; pembunuhan sengaja dan berencana, pembunuhan tersalah, pembunuhan seperti sengaja, dan pembunuhan seperti tersalah.

3. Perbedaan agama
Berbeda agama berarti agama pewaris berbeda dengan ahli waris, sehingga tidak saling mewaris, misalnya pewaris muslim, ahli waris non muslim. Hal ini didasari oleh Hadis Rasulullah yang diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim, yang artinya :

“Orang Islam tidak dapat mewarisi harta orang kafir, dan orang kafir pun tidak dapat mewarisi harta orang Islam “.


Asas-asas Hukum Waris Islam

Asas-asas Hukum Kewarisan Islam dapat digali dari keseluruhan ayat-ayat hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an dan penjelasan tambahan dari hadist Nabi Muhammad SAW. Dalam hal ini dapat dikemukakan lima asas yaitu :

1. Asas Ijbari
Asas Ijbari adalah peralihan harta dari orang yang telah meninggal dunia kepada orang yang masih hidup berlaku dengan sendirinya tanpa tergantung kepada kehendak pewaris atau ahli waris.Asas Ijbari dalam hukum kewarisan Islam tidak dalam arti yang memberatkan ahli waris.Seandainya pewaris mempunyai hutang yang lebih besar dari warisan yang ditinggalkannya, ahli waris tidak dibebani untuk membayar hutang tersebut, hutang yang dibayar hanya sebesar warisan yang ditinggalkan oleh pewaris.

2. Asas Bilateral
Bahwa seseorang menerima hak kewarisan dari kedua belah pihak garis kerabat, yaitu pihak kerabat garis keturunan laki-laki dan pihak kerabat garis keturunan perempuan.

3. Asas Individual
Bahwa harta warisan dapat dibagi-bagi untuk dimiliki secara perorangan.Ini berarti setiap ahli waris berhak atas bagian yang didapatnya tanpa tergantung dan terikat dengan ahli waris lainnya. Keseluruhan harta warisan dinyatakan dalam nilai tertentu yang mungkin dibagi-bagi, kemudian jumlah tersebut dibagikan kepada setiap ahli waris yang berhak menurut kadar masing-masing. Bisa saja harta warisan tidak dibagi-bagikan asal ini dikehendaki oleh ahli waris yang bersangkutan, tidak dibagi-baginya harta warisan itu tidak menghapuskan hak mewaris para ahli waris yang bersangkutan.

4. Asas Keadilan Berimbang
Asas ini dapat diartikan adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban antara yang diperoleh dengan keperluan dan kegunaan.Secara dasar dapat dikatakan bahwa faktor perbedaan jenis kelamin tidak menentukan dalam hak kewarisan artinya laki-laki mendapat hak kewarisan begitu pula perempuan mendapat hak kewarisan sebanding dengan yang didapat oleh laki-laki.

5. Asas Kewarisan Semata Kematian
Bahwa peralihan harta seseorang kepada orang lain berlaku setelah yang mempunyai harta tersebut meninggal dunia dan selama yang mempunyai harta masih hidup maka secara kewarisan harta itu tidak dapat beralih kepada orang lain.


Pembagian Warisan Dalam Agama Islam


Di dalam sebuah keluarga besar terdiri dari seorang bapak/kakek, ibu/nenek, suami, isteri, anak laki-laki, dan 2 anak perempuan, bagaimanakah cara pembagian warisnya jika salah satu dari mereka mati ? (Status ahli waris bisa berubah sesuai atau dinisbatkan dengan si mati)

1. Jika (C)suami meninggal dunia, siapa sajakah ahli warisnya, dan berapakah bagiannya?

Penjelasan:
 Sisa 13 harus dibagi rata menjadi 4 (2 bagian untuk anak perempuan+2 bagian untuk seorang anak laki-laki). 

-Kalau tidak bulat hasilnya, kalikan saja 13 x 4, kalikan juga hasil bagian ahli waris lain dan penyebutnya dengan angka yang sama: 4.

 

2. Bagaimana jika (A) bapak yang meninggal dunia, siapa saja ahli warisnya, dan berapa bagian masing-masing ? 

Penjelasan:
Kolom A. Status ahli waris harus selalu dinisbatkan dengan si mati. Karena yang meninggal bapak maka terjadi perubahan status: "Ibu" berubah menjadi "isteri (nya si mati)". "Suami" berubah menjadi "Anak (nya si mati)". B2 tidak dapat karena cuma besan - D bukan ahli waris karena menantu - E,F,G, dalam hal ini adalah cucu, tidak mendapat bagian waris karena terhalang oleh bapaknya (C). Kolom B,C dan D rasanya cukup mudah dipahami.


3. Jika yang meninggal adalah E (Anak Laki-laki) siapa sajakah ahli warisnya, dan berapa bagian masing-masing ?

Penjelasan:
Kolom A. (C) "Suami" berubah menjadi "Bapak (nya si mati)". (D) "Isteri " berubah Menjadi "Ibu (nya si mati)". F dan G berubah menjadi "Saudara perempuan (nya si mati)". tahapan membagi waris Gambar 3. Penyelesaian soal 3. Kolom B. Mestinya ibu mendapat bagian 1/3 karena si mati tidak punya anak, tetapi karena si mati memiliki 2 saudara atau lebih ( di sini F dan G) maka bagian ibu menjadi 1/6. (Q.S. An-Nisa: 11). Akan halnya saudara-saudara perempuan, mereka tidak mendapat bagian karena terhalang oleh "Bapak", kehadiran mereka hanya mengurangi bagian ibu dari 1/3 menjadi 1/6.

0 komentar:

Posting Komentar